Minggu, 11 Maret 2012

Terong, Antara Mitos dan Fakta


Ooooaaaaahhhhhhhheeeeeeeemmmmmm….
Apa kabar anda hari ini? Pada kesempatan kali ini, saya akan mengulas sedikit tentang salah satu jenis sayuran yang sering kita konsumsi dan sering kita dengar mitosnya. Siapakah dia? Dan dia adalah terong.

Asalnya adalah dari India dan Sri Lanka. Terong berkerabat dekat dengan kentang dan leunca, dan agak jauh dari tomat. Terong ialah terna yang sering ditanam secara tahunan. Tanaman ini tumbuh hingga 40-150 cm (16-57 inci) tingginya. Memiliki daun yang besar, dengan lobus yang kasar. Batangnya biasanya berduri. Warna bunganya antara putih hingga ungu, dengan mahkota yang memiliki lima lobus. Benang sarinya berwarna kuning. Buah tepung berisi, dengan diameter yang kurang dari 3 cm untuk yang liar, dan lebih besar lagi untuk jenis yang ditanam.
Saya sering mendengar mitos tentang terong yang dikaitkan dengan vitalitas pria. Banyak yang berkomentar kalau terong bisa membuat disfungsi seksual pada pria. Entah sejak kapan dan darimana datangnya mitos ini, yang jelas sangat banyak orang, terutama yang pria, mempercayai mitos ini. Bahkan tak jarang ada yang dengan gaya berbicara seperti sudah menjadi seorang ahli gizi, mengatakan bahwa terong “haram” dikonsumsi oleh para pria. Entah karena terong yang setelah dimasak bentuknya loyo, maka terong (terung) dituding sebagai sesuatu yang dapat mengganggu keperkasaan pria (padahal semua sayuranpun, pasti akan loyo dan lemas setelah dimasak). Terong pun didesas-desuskan dapat menimbulkan impotensi. Tak pelak, anggapan itu berakibat terong bak musuh yang menakutkan bagi sejumlah pria. Sungguh mitos yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Setelah mencari beberapa bahan bacaan, termasuk beberapa bahan jurnal ilmiah, memang saya belum menemukan adanya penelitian ilmiah yang menyebutkan dampak negatif dari terong yang dapat menyebabkan gungguan fungsi seksual pada pria. Malah sebaliknya, yang saya temukan adalah khasiat dari tanaman ini yang memang tidak dapat diremehkan. hal ini di dukung oleh beberapa penelitian dari orang-orang yang memang berkompeten dibidangnya, seperti contohnya Dr. Waluyo Soerjodibroto, Ph.D., DSG (salah seorang staf ahli gizi dari UI), Dr GHA Mitschek (seorang ilmuwan dari Universitas Graz), Dr. Fasich (seorang peneliti dari Universitas Airlangga).
Dr. Waluyo mengatakan bahwa mitos tentang terong yang dapat menurunkan vitalitas pria itu merupakan anggapan yang salah dan belum terbukti keabsahannya melalui penelitian ilmiah murni. Terong malah dapat menurunkan kadar kolesterol makanan. Maksudnya disini, bila terong dikonsumsi dengan makanan yang banyak mengandung kolesterol, maka terong dapat membantu menurunkan kadar penyerapan kolesterol dari makanan tersebut. Hanya saja, terong yang disajikan disini harus dengan  cara direbus atau dikukus, bukan digoreng. Karena bila dimasak dengan cara digoreng, apalagi dengan penambahan santan, maka kemampuan dari terong bisa menurun bahkan hilang. Yang tersisa adalah rasa yang enak untuk lidah.
Dr. Waluyo juga menjelaskan bahwa ternyata didalam terong juga terkandung antioksidan. Telah diketahui bahwa fungsi anti oksidan yaitu pencegah kanker. Namun, sebagaimana makanan lain yang mengandung antioksidan yang cukup tinggi, hendaknya tidak dikonsumsi secara berlebihan. Karena mengkonsumsi makanan yang mengandung antioksidan dalam jumlah yang berlebih dari yang diperlukan dan dalam jangka waktu yang lama, maka antioksidan tersebut malah bisa berubah menjadi pro oksidan atau pemicu terjadinya kanker. Terong juga rendah kalori, mengandung vitamin A, B1, B2, B6, dan juga vitamin C. Selain itu juga mengandung kalium dan senyawa solanin.
Dr Mitschek juga telah melakukan penelitian dengan menggunakan hewan coba hingga beberapa kali. Peneliti ini memberi makanan tinggi kolesterol pada kelinci percobaannya dan juga memberikan terong dalam jumlah yang bervariasi. Hasil yang didapatkan adalah ternyata terong dapat menbantu menghambat pembentukan plak dan timbunan lemak dalam pembuluh darah, membatasi penyerapan kolesterol dalam saluran cerna, bahkan mampu menyerap dan mengangkut kolesterol yang berlebih dalam pembuluh darah. Dr Mitschek juga mengatakan bahwa terong adalah sumber asam folat dan kalium yang baik, serta dapat menurunkan dan menghambat pembentukan radikal bebas karena mengandung nasuin yang terdapat pada kulitnya. Kenyataan lain yang ditemukan adalah, kandungan afrodisiak dalam terong dapat menaikkan gairah seksual pria, menambah nafsu seksual dan tidak menyebabkan lemah syahwat. Selain itu, terong kaya akan kandungan serat.
Selain hasil penelitian dari beberapa orang diatas, beberapa bahan bacaan juga menjelaskan beberapa manfaat dan kandungan dari terong, yang mematahkan mitos sebagai sayuran yang harus dihindari. Dikatakan bahwa air rebusan dari terong gelatik (berbentuk bulat kecil) dapat melancarkan buang air kecil, menyembuhkan sakit perut dan mampu untuk menurunkan tekanan darah tinggi. Namun dalam hal ini, saya belum berhasil menemukan bukti jurnal ilmiahnya walau dalam pengobatan tradisional, memang sudah sering dipakai.
Pengobatan tradisional di Nigeria percaya, bahwa terong dapat menyembuhkan atau setidaknya mengurangi serangan rematik tertentu. Bahkan tidak hanya di Nigeria terong diyakini memiliki khasiat obat, di Korea terong dikenal punya keajaiban untuk mengobati beberapa gangguan kesehatan. Sayuran yang telah dikeringkan, termasuk buahnya, bisa dikonsumsi untuk mengobati sakit pinggang, encok, pinggang terasa kaku, dan nyeri lainnya.
Terong yang mengandung striknin dan skopolamin, juga skopoletin dan skoparon, berfungsi sebagai penghambat serangan sawan dan gugup. Jadi jelaslah sudah bahwa terong dapat mengobati penyakit epilepsi. Pengujian terakhir yang dilakukan di Jepang menunjukkan jus terong, yang dapat menekan kerusakan pada sel-sel tersebut. Kandungan protease (tripsin) pada terong dipercaya dapat menolong melawan serangan zat penyebab kanker. Pada penelitian yang lebih spesifik, terong dikatakan bagus untuk mengurangi risiko penyakit kanker perut.
Begitu banyak manfaat dari terong, terutama yang memang sudah terbukti secara ilmiah, hendaknya menjadi pegangan bagi kita, agar tidak takut untuk mengkonsumsinya. Karena memang sampai artikel ini dibuat, belum ada jurnal ilmiah yang “membenarkan” mitos tersebut. So, sekarang tinggal bagaimana kita memilah milah informasi yang kita dapatkan tentang terong ini, sehingga kita bisa membedakan mana fakta (menurut penelitian ilmiah) dan mana yang opini (mitos)

Nb: Dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar